Cinta Tak Terduga di Toko Buku
Hari itu, Andira memutuskan untuk pergi ke toko buku favoritnya setelah bekerja keras sepanjang minggu. Ia suka berkeliling di sana, mencari novel-novel baru untuk dibaca, meskipun seringkali ia hanya pulang dengan membawa buku-buku yang sudah dibaca puluhan kali. Tapi, hari itu berbeda. Ia benar-benar membutuhkan sebuah pelarian.
Sesampainya di sana, Andira langsung menuju rak yang penuh dengan buku-buku fiksi. Ia menarik sebuah novel yang sudah lama ingin dibaca, namun tiba-tiba... "Duuuush!" Sebuah suara keras terdengar, diikuti oleh rasa sakit di kakinya.
"Ahh!" Andira terkejut, menoleh ke arah sumber suara. Ternyata, seorang pria tampaknya terjatuh setelah menghantam rak buku di dekatnya. Ia mengenakan kacamata besar dan terlihat canggung, seolah-olah dunia sedang menertawakannya.
“Aduh, maaf!” seru pria itu sambil mencoba bangkit, wajahnya memerah. “Aku... aku nggak sengaja...”
Andira tak bisa menahan tawa. "Kamu baik-baik saja? Sepertinya kamu lebih membutuhkan buku pelajaran tentang menjaga keseimbangan."
Pria itu mengangkat wajahnya dan tersenyum kaku. “Ah, iya, aku... aku memang agak canggung. Tapi, nggak apa-apa. Aku lebih baik dari sebelumnya. Cuma, sepertinya aku harus berhati-hati dengan rak buku ini.”
Andira tertawa. “Sepertinya kamu sering bertemu rak buku, ya?”
Pria itu mengangguk malu. “Iya, setiap kali aku ke toko buku, rak buku yang menabrak aku, bukan aku yang menabrak rak buku.”
Bagian 2: Cinta yang Dimulai dengan Tertawa
Nama pria itu adalah Davi. Setelah pertemuan yang memalukan itu, mereka mulai berbicara lebih banyak. Ternyata, Davi adalah penggemar buku yang sama dengan Andira, mereka bahkan memiliki selera yang mirip dalam hal genre. Mereka berdua tertawa saat Davi mengungkapkan bahwa dia selalu membeli buku dengan sampul yang menarik, meskipun kadang isinya tidak sesuai harapan.
“Jadi, kamu suka buku-buku yang cuma bagus di luar, ya?” tanya Andira dengan senyum jahil.
Davi mengangkat bahunya, “Kita kan juga nggak bisa menilai buku hanya dari sampulnya, kan? Tapi kadang, lebih baik beli buku dengan cover cantik supaya ada alasan untuk pasang di rak.”
“Benar juga,” jawab Andira sambil tertawa.
Keduanya pun semakin sering bertemu di toko buku yang sama, entah kebetulan atau memang sudah menjadi kebiasaan mereka. Setiap kali Davi bertemu Andira, ia selalu berusaha menunjukkan bahwa dia lebih berhati-hati dengan rak buku—meskipun sering kali ia masih saja tersandung atau terjatuh.
Pada suatu hari, mereka bertemu lagi di rak yang sama. Kali ini, Davi tidak terjatuh, tapi malah hampir menjatuhkan buku dari rak.
“Aduh, Davi, kamu ini...” Andira tidak bisa menahan tawanya lagi.
“Ya, ya, aku tahu... aku pasti memang ditakdirkan menjadi musuh rak buku,” jawab Davi sambil mengangkat kedua tangannya dengan pasrah.
“Kalau gitu, kenapa nggak cari rak yang nggak bisa jatuh, coba?” goda Andira.
Davi menatap Andira dengan serius. “Tapi, rak yang nggak jatuh itu membosankan, bukan?”
Andira berhenti tertawa sejenak, memandangi Davi dengan sedikit terkejut. “Maksud kamu?”
Davi tersenyum nakal. “Kamu tahu, kadang hal-hal yang jatuh, yang tidak terduga, malah bisa membawa kejutan manis. Seperti kamu, misalnya.”
Andira terdiam sejenak, merasa jantungnya berdebar kencang. "Itu... itu kalimat yang bagus, Davi," katanya, mencoba menyembunyikan rasa gugup.
Bagian 3: Cinta yang Dimulai dengan Kebingungannya
Seiring berjalannya waktu, Davi dan Andira semakin dekat. Mereka sering berbicara tentang buku, tentang kehidupan, dan tentu saja, tentang kebodohan-kebodohan kecil yang mereka buat bersama. Tetapi, entah mengapa, Andira merasa sedikit canggung setiap kali Davi menatapnya terlalu lama dengan senyumannya yang membuat hatinya berdegup lebih cepat.
Pada suatu sore, setelah mereka menghabiskan waktu berjam-jam bersama di toko buku, Davi tiba-tiba berkata, “Andira, aku mau nanya sesuatu, tapi... kamu harus jawab dengan jujur.”
Andira yang masih terkejut mendengar suara serius Davi, mengangguk. “Tentu, tanya aja.”
Davi memegang kedua buku di tangannya, seakan mencari kata-kata yang tepat. “Kamu... kamu nggak bosan sama aku, kan?”
Andira tertawa. “Kenapa harus bosan? Kita hanya berteman, kan?”
Davi menggelengkan kepala. “Aku nggak ingin hanya berteman. Aku merasa kita berdua punya sesuatu yang lebih dari itu.”
Andira bingung, sambil mengangkat alis. “Maksud kamu?”
Davi menatapnya dengan serius, kemudian tersenyum dengan malu-malu. “Aku ingin kamu jadi lebih dari sekadar teman. Aku... aku suka kamu, Andira.”
Andira terdiam. Ia tidak tahu harus berkata apa, karena jantungnya berdetak sangat cepat, dan wajahnya memerah. Namun, ia hanya bisa tertawa kecil, merasa kikuk dengan pernyataan Davi yang begitu jujur dan mendalam.
“Apa kamu serius?” tanya Andira, setengah tidak percaya.
“Serius, Andira. Kalau kamu nggak suka, ya nggak apa-apa, aku cuma nggak mau menyesal karena nggak bilang.”
Andira terdiam sejenak, merasa bingung dan senang sekaligus. “Kamu ini ya... kamu benar-benar membuatku terjatuh, tapi... bukan rak buku yang aku takutkan.”
Davi tersenyum lebar. “Jadi, itu berarti kamu juga suka?”
Andira tertawa keras. “Tentu saja. Tapi kamu ini harus belajar menghindari rak buku dulu, Davi!”
Dan mereka berdua tertawa, menghabiskan waktu di toko buku yang penuh dengan kenangan lucu, sementara rasa cinta yang mereka bawa tumbuh perlahan, seperti cerita yang indah di dalam buku yang mereka baca bersama.
Bagian 4: Akhir yang Manis
Sejak saat itu, Davi dan Andira mulai menjalin hubungan yang penuh tawa dan kebahagiaan. Tentu saja, Davi tetap sering tersandung rak buku, tetapi kali ini, Andira selalu ada untuk menolongnya. Setiap kali Davi terjatuh, Andira akan berkata dengan senyum lebar, “Aku tahu kamu butuh bantuan... lagi.”
Davi akan membalas dengan senyum nakal. “Tapi, kamu tahu kan, Andira, kadang yang jatuh itu malah bisa jadi yang paling berarti?”
Dan begitulah, kisah cinta mereka dimulai dari kebingungannya, dengan sedikit kecanggungan, dan banyak tawa. Dan, pada akhirnya, mereka tahu bahwa cinta yang datang dengan tawa adalah yang paling manis.
Posting Komentar untuk "Cinta Tak Terduga di Toko Buku"